JATIMTIMES - Jalan lurus dalam ajaran para nabi tidak pernah berbelit. Ia disampaikan dengan bahasa yang tegas, jernih, dan tanpa kompromi. Pesan itulah yang disampaikan Nabi Isa alaihissalam sebagaimana direkam dalam Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 51. Dalam ayat tersebut, Nabi Isa menegaskan fondasi utama ajaran yang dibawanya, yakni tauhid atau pengesaan Allah.
Allah Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya Allah adalah Tuhanku dan Tuhanmu, maka sembahlah Dia. Inilah jalan yang lurus.”
Baca Juga : Hukum Mengucapkan Selamat Natal dalam Islam, Haramkah?
Ayat ini menggambarkan pernyataan Nabi Isa kepada kaumnya bahwa Allah adalah Tuhan yang sama bagi semua, tidak terbagi dan tidak disekutukan. Ia menempatkan dirinya sebagai hamba dan utusan, bukan sebagai sosok yang layak disembah. Seruan tersebut sekaligus menjadi ajakan agar umatnya memiliki keyakinan yang lurus, menaati perintah Allah, serta menjauhi larangan-Nya, baik yang bersifat lahir maupun batin. Jalan inilah yang digariskan para rasul sebagai jalan keselamatan menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.
Al-Qur’an memuat banyak keterangan tentang Nabi Isa yang tersebar di berbagai surah. Salah satu yang menyoroti kisah hidupnya secara khusus adalah Surah Maryam, surah ke-19 dalam Al-Qur’an, yang mengambil nama dari ibunda Nabi Isa. Dalam surah ini dijelaskan peristiwa luar biasa menjelang kelahiran Nabi Isa, ketika Maryam terkejut menerima kabar bahwa ia akan mengandung, padahal ia menjaga kesucian diri dan tidak pernah disentuh oleh seorang laki-laki. Melalui malaikat, Allah menegaskan bahwa peristiwa tersebut adalah kehendak-Nya dan menjadi tanda kekuasaan sekaligus rahmat bagi seluruh manusia, sebagaimana disebutkan dalam QS Maryam ayat 20–21.
Nabi Isa kemudian lahir melalui proses yang tidak biasa, sebagai bagian dari ketetapan Allah. Seiring perjalanan hidupnya, Allah menganugerahkan berbagai mukjizat kepadanya, seperti menyembuhkan orang buta dan penderita kusta, serta menghidupkan orang mati. Namun Al-Qur’an selalu menegaskan bahwa seluruh mukjizat itu terjadi atas izin Allah, bukan karena kekuatan Nabi Isa sendiri.
Sebagai rasul, Nabi Isa membawa risalah yang meneguhkan keesaan Allah. Al-Qur’an menyebutnya sebagai Al-Masih, sebagaimana firman Allah dalam QS Ali Imran ayat 45 yang menyampaikan kabar gembira kepada Maryam tentang kelahiran Isa putra Maryam, seorang yang terkemuka di dunia dan akhirat serta termasuk golongan yang didekatkan kepada Allah. Dalam Islam, sebutan Al-Masih ini diakui sebagai bagian dari misi kenabian Nabi Isa, bukan sebagai dasar ketuhanan.
Baca Juga : Belajar dari Gus Dur, Wabup Malang Tekankan Bhinneka Tunggal Ika Pada Perayaan Natal
Dalam menjalankan tugas kerasulannya, Nabi Isa menegaskan bahwa dirinya membenarkan Taurat yang telah diturunkan sebelumnya, sekaligus membawa sejumlah penyesuaian hukum sesuai wahyu yang diterimanya. Hal ini ditegaskan dalam QS Ali Imran ayat 50, ketika Nabi Isa menyatakan bahwa ia menghalalkan sebagian perkara yang sebelumnya diharamkan dan menyeru kaumnya untuk bertakwa kepada Allah serta menaati ajarannya.
Dengan demikian, ajaran Nabi Isa tetap berpijak pada prinsip tauhid sebagaimana risalah para nabi sebelumnya. Dalam Islam, Nabi Isa dihormati sebagai utusan Allah dengan peran khusus dalam sejarah kemanusiaan dan keyakinan akhir zaman. Kisahnya dalam Al-Qur’an bukan hanya catatan teologis, tetapi juga pengingat tentang makna iman, ketundukan, dan ketaatan penuh kepada Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang patut disembah.
