JATIMTIMES – Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia (LPP RRI) menegaskan komitmennya dalam mewujudkan layanan siaran publik yang berkeadilan bagi seluruh masyarakat, termasuk kelompok difabel, komunitas marjinal, dan warga rentan. Komitmen tersebut diwujudkan melalui penyelenggaraan Program Ruang Inklusi Nasional bertema “Suara Kita, Ruang Kita, Indonesia Kita” yang digelar di Auditorium RRI Malang, Rabu (19/11/2025).
Program ini dikemas dalam dua format, yakni on-air dan off-air untuk menjangkau lebih banyak masyarakat. Program on-air disiarkan melalui RRI Pro 1, Pro 3, serta kanal digital dengan konten berupa kisah inspiratif, talkshow, dan diskusi seputar inklusi sosial.
Baca Juga : Sarasehan Smart City, Wali Kota Blitar Mas Ibin Dorong Inovasi Digital untuk Tata Kelola Pemerintahan Modern
Dialog nasional menghadirkan empat narasumber, Anggota Dewan Pengawas LPP RRI; Mohamad Kusnaeni, Dosen Psikologi Universitas Negeri Makassar sekaligus pemerhati pendidikan inklusi; Eva Meizara, Ketua NPCI Kabupaten Malang; Yulian Agung Efrata, CEO & Founder Lingkar Sosial Indonesia (LINKSOS); Ken Kerta.
Para narasumber membahas strategi memperluas aksesibilitas siaran publik, pentingnya konten ramah difabel, hingga peran pemuda dan lembaga pendidikan dalam membangun ekosistem inklusi nasional.
Kemudian pada kegiatan off-air ada lokakarya kreatif, panggung karya, pameran UMKM inklusif, serta Forum Deklarasi Inklusi Nasional yang melibatkan pelajar, komunitas difabel, pemuda, dan berbagai mitra lembaga.
Saat tampil di atas panggung, ada beragam kesenian yang ditampilkan para disabilitas, mulai dari tarian, bermain musik angklung, hingga menyanyi yang mampu membuat penonton terkesima hingga memberikan tepuk tangan yang kencang.
Anggota Dewan Pengawas LPP RRI, Mohamad Kusnaeni, menegaskan bahwa layanan inklusif adalah bagian dari mandat RRI sebagai lembaga penyiaran publik. Sehingga lewat program ini merupakan langkah strategis RRI untuk memperluas ruang partisipasi masyarakat dalam dunia penyiaran, sekaligus memastikan akses informasi yang setara.
“Penyandang disabilitas di Indonesia jumlahnya sangat besar, sekitar 23 juta jiwa. Kalau tidak ada yang memperhatikan layanan bagi mereka, tentu sangat disayangkan. Karena itu RRI memiliki komitmen kuat untuk memberikan pelayanan dan melibatkan mereka dalam berbagai aktivitas,” tegas Kusnaeni.
Digelarnya programnya ini di Kota Malang, lantaran Kota Malang menjadi salah satu daerah yang aktif mengembangkan program-program terkait disabilitas. Terlebih di tengah era keterbukaan informasi, media penyiaran publik memiliki tanggung jawab moral untuk memberikan ruang yang setara bagi semua warga negara.
Program ini adalah komitmen nyata RRI untuk memastikan bahwa setiap suara memiliki tempat, tanpa diskriminasi. “Komitmen ini bukan hanya sebatas event bulanan atau tahunan, tetapi ini berkelanjutan,” ujar Kusnaeni.
Sementara itu Direktur Program dan Produksi LPP RRI, Mistam, menambahkan bahwa RRI memberikan ruang pada semua kanal program untuk mendorong eksistensi dan partisipasi aktif penyandang disabilitas.
“Mereka tidak hanya diposisikan sebagai objek, tetapi juga sebagai subjek. Mereka punya kompetensi, kreativitas, dan kemampuan yang perlu diketahui publik,” jelasnya.
Baca Juga : 70 Ucapan Selamat Hari Raya Galungan, Dilengkapi Bahasa Bali-Indonesia
Mistam bahkan membuka peluang luas bagi penyandang disabilitas untuk bergabung sebagai bagian dari kru RRI.
“RRI sangat welcome jika teman-teman difabel ingin menjadi penyiar, penulis naskah, atau music director. Kesempatan itu sangat dimungkinkan,” kata Mistam.
Melalui penyelenggaraan ini, RRI berupaya untuk meningkatkan kesadaran kolektif mengenai pentingnya inklusi sosial dalam penyiaran publik. Terbentuknya jejaring kerja sama antarlembaga untuk mendukung agenda inklusivitas nasional. Serta peningkatan kapasitas internal penyiar dan jurnalis RRI dalam menghadirkan konten berperspektif keberagaman.
Pihaknya menegaskan bahwa program ini menjadi momentum penting bagi RRI untuk memperkuat perannya sebagai penyiar publik yang adaptif, inklusif, dan berkeadilan sosial sesuai misi Asta Cita.
“Ruang Inklusi Nasional bukan sekadar seremonial, tetapi ruang untuk belajar, berkolaborasi, dan mengadvokasi nilai kesetaraan. Ini bagian dari upaya memperkuat jejaring inklusif di seluruh Indonesia,” terangnya.
Sedang, Kepala Bappeda Kota Malang, Dwi Rahayu mengapresiasi program tersebut. Ia menilai pemilihan Kota Malang sebagai tuan rumah merupakan bentuk pengakuan terhadap tingginya tingkat kesadaran inklusif di daerah tersebut.
“Kayaknya acara seperti ini memang harusnya rutin, ya. Acara tahunan gitu,” ujarnya.
Dwi mengungkapkan bahwa Kota Malang memiliki ekosistem yang kuat dalam isu inklusivitas, sehingga wajar jika dipilih menjadi lokasi penyelenggaraan perdana. “Mungkin pemilihan Kota Malang itu bukan tanpa alasan. Kesadaran inklusi di Kota Malang ini kan memang sudah ada. Bisa jadi karena itu,” katanya.
