JATIMTIMES - Tagar penolakan terhadap RUU KUHAP masih menjadi sorotan di media sosial hingga Rabu (19/11). Gelombang protes masyarakat makin memuncak setelah DPR RI resmi mengesahkan RUU KUHAP menjadi Undang-Undang pada rapat paripurna yang dilangsungkan di Gedung Parlemen, Jakarta pada Selasa (18/11/2025).
Di antara dua tagar yang trending di X adalah #SemuaBisaKena dan #TolakRKUHAP. Respons ini menunjukkan kekhawatiran publik terhadap sejumlah pasal yang dinilai terlalu luas dan dianggap memberi ruang besar bagi aparat hukum tanpa pengawasan ketat.
Baca Juga : Kalender Jawa Rabu Kliwon 19 November 2025: Hari Baik untuk Menjalankan Puasa!
Padahal, penolakan terhadap revisi KUHAP ini sudah berlangsung sejak Februari 2025. Namun situasi kembali memanas setelah Komisi III mengumumkan bahwa rancangan tersebut siap disahkan menjadi UU.
Sejumlah tokoh dan kelompok masyarakat yang mengikuti proses penyusunan revisi aturan ini menyerukan agar publik tidak tinggal diam. Lewat unggahan berupa poster “Peringatan Darurat” berlatar hitam, mereka memaparkan alasan penolakan dan mengajak masyarakat bersuara.
“RUU ini berpotensi memperluas kewenangan aparat tanpa kontrol, tanpa mekanisme akuntabilitas, dan tanpa jaminan perlindungan bagi warga. Kita tidak boleh diam. Demokrasi tidak tumbuh dari keheningan. Oleh karena itu, kami mengajak seluruh elemen masyarakat untuk sama sama kita tolak RUU KUHAP,” tulis BEM Universitas Andalas melalui akun Instagramnya @bemkmunand, dikutip Rabu (19/11).
Kritik serupa juga muncul dari YLBHI. Melalui akun X @YLBHI. “Jika RUU KUHAP disahkan, maka semua orang berpotensi menjadi korban. Semua bisa diamankan, ditangkap, dan ditahan tanpa kejelasan. Semua bisa digeledah, disita, disadap, dan diblokir hanya berdasarkan subjektivitas aparat. Semua bisa diperas, semua bisa dikuasai polisi, semua bisa direkayasa menjadi tersangka.” tulisnya.
Sementara itu, ada sejumlah pasal yang dinilai kontroversial terkait RUU ini. Berikut 7 pasal yang dimaksud:
- Pasal 16: Memberi ruang bagi penyelidik menggunakan metode investigasi khusus seperti operasi pembelian terselubung. Hal ini berpotensi membuka peluang penjebakan oleh penegak hukum untuk menciptakan tindak pidana dan merekayasa pelaku.
- Pasal 5: Penangkapan bisa dilakukan pada tahap penyelidikan yang belum terkonfirmasi ada tidaknya tindak pidana.
- Pasal 74: Orang bisa diperas dan dipaksa damai dengan dalih restorative justice, bahkan di ruang penyelidikan yang belum terbukti ada tindak pidana.
Baca Juga : Dinkes Beber Hasil Uji Laboratorium MBG di MTs Al-Khalifah Kepanjen: Ada Senyawa Nitrit
- Pasal 7 dan 8: PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) dan Penyidik Tertentu berada di bawah koordinasi dan pengawasan Penyidik Polri. Menjadikan Polri lembaga superpower dengan kontrol sangat besar.
- Pasal 137: Membuka peluang penghukuman tanpa batas waktu terhadap penyandang disabilitas mental dan intelektual.
- Pasal 90 dan 93: Mengatur penangkapan, penggeledahan, dan penyitaan tanpa menetapkan standar tegas kapan aparat boleh melakukan upaya paksa. Hal ini berpotensi membuka lebar ruang kesewenang-wenangan aparat.
- Pasal 105, 112A, 132A, dan 124: Semua orang bisa kena geledah, sita, sadap, blokir menurut subyektivitas aparat tanpa izin hakim.
Itulah beberapa alasan mengapa RUU KUHAP yang baru disahkan mendapatkan penolakan banyak pihak. Semoga informasi ini membantu.
