JATIMTIMES - Dari sebuah usaha rumahan yang sederhana, tempe bungkil milik Haji Sutrisno di Kepanjen, Kabupaten Malang, kini bertransformasi menjadi bisnis modern dengan wajah baru. Perubahan ini lahir berkat kolaborasi erat antara akademisi dan pelaku usaha melalui program Pemberdayaan Kemitraan Masyarakat (PKM) yang digerakkan tim dosen dan mahasiswa Universitas PGRI Kanjuruhan Malang (Unikama) serta mendapat dukungan pendanaan dari Kemendikbudristek.
Program yang bergulir sejak Mei 2025 hingga Desember 2025 mendatang ini tidak hanya sekadar proyek pendampingan. Ada misi besar untuk membangun UMKM agar lebih adaptif terhadap perubahan zaman. Jika sebelumnya usaha ini hanya menawarkan tempe bungkil dalam bentuk tunggal, kini sudah melahirkan dua inovasi: nugget bungkil yang padat gizi dan praktis serta kerupuk bungkil yang gurih sekaligus tahan lama.

Langkah diversifikasi itu dibarengi dengan pembenahan kemasan. Tim PKM membantu menghadirkan desain baru yang lebih modern, elegan, dan berlabel resmi. “Tujuan kami bukan sekadar menambah produk baru, melainkan juga menumbuhkan kesadaran agar mitra bisa beradaptasi dengan tren pasar. Harapan kami, tempe bungkil Kepanjen bisa menjadi contoh UMKM lokal yang inovatif dan berdaya saing,” jelas Ketua Tim PKM Dr Rini Agustina SKom MPd belum lama ini.
Baca Juga : Family Corner Tuai Apresiasi, Kemenag Optimis Angka Perceraian Bisa Berkurang
Tak berhenti di situ. Penerapan teknologi produksi modern juga mulai diterapkan. Proses pembuatan tempe bungkil kini lebih higienis, efisien, dan konsisten kualitasnya. Hal ini penting agar usaha kecil bisa menjaga standar produksi meski permintaan pasar meningkat.

Sisi pemasaran juga disentuh dengan pendekatan digital. Pemanfaatan media sosial, pelatihan strategi promosi online, hingga pembuatan situs resmi www.tempebungmil.com menjadi bekal penting untuk memperluas jaringan konsumen. Dengan begitu, tempe bungkil Kepanjen tak hanya dikenal di lingkup lokal, tetapi juga berpotensi menembus pasar yang lebih luas.
Bagi Haji Sutrisno, owner UMKM tempe bungkil, pengalaman ini merupakan titik balik. “Pendampingan ini benar-benar membuka wawasan. Kami belajar banyak, bukan hanya soal produk, tetapi juga bagaimana mengelola usaha dengan lebih profesional,” ungkapnya.
Transformasi UMKM ini menunjukkan bagaimana peran perguruan tinggi dapat hadir nyata di tengah masyarakat. Kolaborasi antara kampus dan pelaku usaha kecil membuktikan bahwa inovasi bisa lahir dari kearifan lokal, lalu dipoles menjadi produk bernilai tambah tinggi. Lebih dari sekadar bisnis, perubahan ini juga diharapkan berdampak pada kesejahteraan masyarakat sekitar, membuka peluang kerja baru, dan memperkuat identitas kuliner lokal Malang.